Kementerian Pertahanan (Kemhan) mencanangkan target kebutuhan pokok pertahanan nasional dapat dipenuhi pada tahun 2024. Untuk itu, Kemhan kini mendorong pengembangan industri pertahanan dalam negeri, guna memenuhi kebutuhan alutsista. Melalui pengembangan industri pertahanan, diharapkan dapat terjadi multiplier effect dalam industri strategis nasional.
Selain itu, juga untuk mengantisipasi ancaman embargo peralatan militer dari negara produsen seperti yang kerap terjadi selama ini, yang tentunya mengancam kekuatan pertahanan. Demikian diungkapkan Menteri Pertahanan (Menhan) Purnomo Yusgiantoro, saat berdialog dengan jajaran Redaksi Suara Pembaruan di Jakarta, Selasa (21/12).
Dia mengungkapkan, saat ini kekuatan pertahanan militer baru dapat memenuhi 50 persen dari kebutuhan pokok pertahanan. Diharapkan, pada 2024 seluruh kebutuhan pokok pertahanan dapat terpenuhi. "Saat kebutuhan pokok pertahanan kita terpenuhi, pada waktu yang bersamaan kita sudah mencapai 60% dari kebutuhan ideal pertahanan," jelasnya.
Untuk merealisasikan rencana tersebut, Kemhan mendorong optimalisasi BUMN yang bergerak di industri strategis, seperti PT Dahana (produsen bahan peledak), PT Pindad (produsen senjata), PT Dirgantara Indonesia (produsen pesawat), PT PAL (produsen kapal), dan juga PT Krakatau Steel, produsen utama baja di dalam negeri sebagai bahan dasar alutsista.
Selain itu, lanjut Purnomo, pemerintah juga mendorong agar ada pihak swasta yang mengambil alih PT Texmaco Engineering dari Perusahaan Pengelola Aset, sehingga perusahaan yang kolaps akibat terlilit utang ini saat krisis pada 1998 lalu mampu berproduksi kembali sebagai mitra Kemhan.
Selain itu, juga untuk mengantisipasi ancaman embargo peralatan militer dari negara produsen seperti yang kerap terjadi selama ini, yang tentunya mengancam kekuatan pertahanan. Demikian diungkapkan Menteri Pertahanan (Menhan) Purnomo Yusgiantoro, saat berdialog dengan jajaran Redaksi Suara Pembaruan di Jakarta, Selasa (21/12).
Dia mengungkapkan, saat ini kekuatan pertahanan militer baru dapat memenuhi 50 persen dari kebutuhan pokok pertahanan. Diharapkan, pada 2024 seluruh kebutuhan pokok pertahanan dapat terpenuhi. "Saat kebutuhan pokok pertahanan kita terpenuhi, pada waktu yang bersamaan kita sudah mencapai 60% dari kebutuhan ideal pertahanan," jelasnya.
Untuk merealisasikan rencana tersebut, Kemhan mendorong optimalisasi BUMN yang bergerak di industri strategis, seperti PT Dahana (produsen bahan peledak), PT Pindad (produsen senjata), PT Dirgantara Indonesia (produsen pesawat), PT PAL (produsen kapal), dan juga PT Krakatau Steel, produsen utama baja di dalam negeri sebagai bahan dasar alutsista.
Selain itu, lanjut Purnomo, pemerintah juga mendorong agar ada pihak swasta yang mengambil alih PT Texmaco Engineering dari Perusahaan Pengelola Aset, sehingga perusahaan yang kolaps akibat terlilit utang ini saat krisis pada 1998 lalu mampu berproduksi kembali sebagai mitra Kemhan.
Truck angkut personel yang pernah dibuat oleh Texmaco
Texmaco Engineering telah menguasai industri dasar, dan mampu memproduksi berbagai mesin, seperti mesin truk yang digunakan TNI (Perkasa), serta komponen panser produksi Pindad. Purnomo menjelaskan, salah satu strategi agar perusahaan-perusahaan itu bisa terus berproduksi adalah dengan tidak hanya bergantung pada pemenuhan kebutuhan militer. "Sebab, pasarnya sangat kecil. Harus mengembangkan pasar non-militer," katanya.
Untuk itu dia mendorong BUMN dan swasta untuk juga memanfaatkan produksi dalam negeri. Dia mencontohkan, PT Dahana termasuk yang sukses secara ekonomi. Produksi Dahana yang digunakan untuk kebutuhan militer hanya 10%, sedangkan 90% sisanya justru dimanfaatkan oleh BUMN dan swasta lainnya, misalnya untuk peledakan wilayah pertambangan. "Jadi Dahana tidak bergantung pada TNI, sehingga secara ekonomi mereka lebih untung. Bahkan Dahana kini sedang menyiapkan fasilitas produksi propelan di Subang seluas 600 hektare," jelasnya.
Ditambahkan, Pertamina juga telah diminta untuk memesan kapal tanker kebutuhannya ke PT PAL. "Industri dasar kita harus diberi kepercayaan," sambungnya.
Untuk itu dia mendorong BUMN dan swasta untuk juga memanfaatkan produksi dalam negeri. Dia mencontohkan, PT Dahana termasuk yang sukses secara ekonomi. Produksi Dahana yang digunakan untuk kebutuhan militer hanya 10%, sedangkan 90% sisanya justru dimanfaatkan oleh BUMN dan swasta lainnya, misalnya untuk peledakan wilayah pertambangan. "Jadi Dahana tidak bergantung pada TNI, sehingga secara ekonomi mereka lebih untung. Bahkan Dahana kini sedang menyiapkan fasilitas produksi propelan di Subang seluas 600 hektare," jelasnya.
Ditambahkan, Pertamina juga telah diminta untuk memesan kapal tanker kebutuhannya ke PT PAL. "Industri dasar kita harus diberi kepercayaan," sambungnya.
Produksi Alutsista
Terkait pemenuhan alutsista, Purnomo mengungkapkan, saat ini tengah dilakukan riset bersama Korea Selatan untuk memproduksi pesawat tempur. Ditargetkan mulai 2020 nanti, PT Dirgantara Indonesia (DI) sudah mampu memproduksi sendiri pesawat tempur jenis F-X. Pesawat tempur ini masuk kategori kelas generasi 4,5 di atas Sukhoi dan F-16 yang menjadi andalan TNI AU.
PT DI juga tengah menggarap pesanan 24 helikopter serbu untuk TNI AD dan sejumlah pesawat patroli dan angkut sebanyak 24 pesawat untuk TNIAU. Selain itu, PT PAL segera memproduksi kapal light-fregat atau perusak kawal rudal, dengan kandungan komponen lokal diharapkan mencapai 40%. Dalam waktu dekat, PT PAL juga akan membuat dua kapal selam untuk kebutuhan TNI AL.
Dia menambahkan, pernah ada tawaran dari Rusia terkait pembuatan kapal selam. "Tetapi, secanggih apapun, kalau tidak diproduksi di Indonesia, lupakan saja," tegasnya.
Untuk kebutuhan TNI AD, Purnomo mengungkapkan, PT Pindad juga tengah menjalin produksi bersama panser Tarantula yang dilengkapi kanon. "Panser Anoa buatan Pindad kini juga dipesan Malaysia untuk mendukung pasukan perdamaian mereka," tambahnya.
Pengembangan industri pertahanan hingga 2014 membutuhkan dana Rp 150 triliun. Saat ini sudah tersedia Rp 100 triliun, dan Rp 50 triliun sisanya dibagi dalam lima tahun anggaran. Langkah-langkah tersebut ditempuh agar kebutuhan pokok pertahanan dapat terpenuhi pada 2024. "Pemenuhan kebutuhan pokok dimaksud antara lain kita memiliki 7-8 skuadron pesawat tempur," ujarnya.
Dia menambahkan, pernah ada tawaran dari Rusia terkait pembuatan kapal selam. "Tetapi, secanggih apapun, kalau tidak diproduksi di Indonesia, lupakan saja," tegasnya.
Untuk kebutuhan TNI AD, Purnomo mengungkapkan, PT Pindad juga tengah menjalin produksi bersama panser Tarantula yang dilengkapi kanon. "Panser Anoa buatan Pindad kini juga dipesan Malaysia untuk mendukung pasukan perdamaian mereka," tambahnya.
Pengembangan industri pertahanan hingga 2014 membutuhkan dana Rp 150 triliun. Saat ini sudah tersedia Rp 100 triliun, dan Rp 50 triliun sisanya dibagi dalam lima tahun anggaran. Langkah-langkah tersebut ditempuh agar kebutuhan pokok pertahanan dapat terpenuhi pada 2024. "Pemenuhan kebutuhan pokok dimaksud antara lain kita memiliki 7-8 skuadron pesawat tempur," ujarnya.
Source : alutsista.blogspot.com
0 comments:
Post a Comment